إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Astagfirullahalladzim.....

Astagfirullahalladzim.....

Astagfirullahalladzim.....


Tarik Napaaasss, hembuskan perlahan...
Tarik Napaaaass, hembuskan perLahan...
(gimana udah enakan belum Nur??)

Semoga sudah lumayan eNakk..

ya aLLah, koQ masih ada yah orang seperti iTu..(heran degh)
aQ selalu menjaga semua sikap dan perBuatan agar Tidak menyakiti hati orang lain, tp knp koQ dia nda bisa bersikap yg dewasa...

Jika kau tidak ingin disakiti oleh orang lain maka janganlah kau sakiti orang lain.

tersirat harus selalu menjaga sikap, sifat dan ucapan, jika sekiranya sikap, sifat dan ucapan yg akan kita lakukakan/ucapkan itu menyakiti hari orang lain maka jangan lakukan itu.
aQ sLalu berprinsip seperti ini, tp kenapa koQ jadi sakit sendiri yah jika disakiti oleh orang lain apalagi dia itu dekat dengan Qt harusnya dia bisa lebih menjaga dan bisa lebih mengenal/mengetahui Qt..

Sabar Nurma Sabar....
tetaplah berpegang teguh dengan pendirian dan prinsipmu itu,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ



(Jd cuma bisa menahan kecewa, sakit dan nangis sendiri...)

Read More >>> ...

MeniKAh.......

"Menikah dengan orang yang kau cintai"
Atau
"mencintai orang yang kau nikahi"

Jodoh adalah hal yang pasti, meski masih menjadi misteri bagi orang-orang yang belum menemukannya. Sedangkan mencintai adalah hal yang berbeda. Mencintai seseorang saat belum ada hak atasnya, bagaikan menggenggam bara. Jika Allah berkenan menjadikannya pendamping seumur hidup, maka bara itu akan menjelma menjadi energi untuk menciptakan kebersamaan yang indah. Tetapi, jika Allah tidak berkenan mempersatukan, bara itu akan membakar, dan bisa jadi menghanguskan diri sendiri.

Lebih dari itu, pilihan kedua rasanya lebih aman dari berbagai penyakit hati, yang bisa jadi mengotori niat suci menikah karena Allah.

Pilihan pertama, menikah dengan orang yang saya cintai, mengalirkan energi dan semangat untuk meraih sesuatu yang menjadi dambaan hati. Dan tentu adalah hal yang sangat menyenangkan bisa berdampingan dengan orang yang dicintai, tidak ragu mengumumkannya kepada public, tidak malu mengekspresikannya, sebab cinta itu sudah dilegalkan.

Pilihan kedua, mencintai orang yang saya nikahi, hhmm… pasrah, menerima nasib. Ah tidak, saya menterjemahkannya menjadi bentuk syukur kepada-Nya. Sebab apa yang telah Allah pilihkan untuk kita, tentu itulah yang terbaik. Maka, kenapa tidak memaknai rasa syukur itu dengan mengupayakan cinta, menumbuhkan dan merawatnya.

Bukankah jika saat ini saya mencintai seseorang (padahal belum ada hak saya atasnya), itu tidak tumbuh begitu saja? Ada masa-masa, ada hal-hal, ada peristiwa yang membuat saya mencintainya. Lalu, kenapa hal-hal itu tidak bisa ditumbuhkan kepada orang yang sudah Allah pilihkan untuk saya?

Tetapi, sekali lagi, betapa menyenangkan jika yang pertamalah yang menjadi pilihan, menikah dengan orang yang saya cintai, sebagaimana Fathimah yang menikah dengan Ali, sebagaimana Khadijah yang menikah dengan Muhammad.

Tetapi, kalaupun akhirnya Allah memilihkan orang yang lain, maka pilihan kedua pun bukan hal yang tidak menyenangkan. Tidak ada yang tidak mungkin. Sebab cinta memang harus diupayakan.

Saya sendiri belum berpengalaman masalah nikah tapi insya Allah saya akan memilih pilihan ke-2 ( Itupun dengan bantuan istikhorah)….kita menikah bukan dengan orang yang kita cintai tapi kita menikah dengan orang yang sudah diqodar menjadi jodoh kita 50.000 tahun sebelum langit dan bumi dijadikan…..

Read More >>> ...