Women

"Adakah istri yang tidak cerewet?"
Sulit menemukannya. Bahkan istri Khalifah
sekaliber Umar bin Khatabpun cerewet.

Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa.
Menuju kediaman khalifah Umar bin
Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah;
tak tahan dengan kecerewetan istrinya.
Begitu sampai di depan rumah khalifah,
laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah
terdengar istri Umar sedang ngomel,
marah-marah. Cerewetnya melebihi istri
yang akan diadukannya pada Umar. Tapi,
tak sepatah katapun terdengar keluhan
dari mulut khalifah. Umar diam saja,
mendengarkan istrinya yang sedang
gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan
niatnya, batal melaporkan istrinya pada
Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab
yang disegani kawan maupun lawan,
berdiam diri saat istrinya ngomel?
Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal
di luar sana , ia selalu tegas pada
siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.
Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah BP4 tersebut?

1. Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia
tak bisa menundukkan pandangannya,
niscaya panah-panah setan berlesatan
dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok
di sekitarnya. Panah yang tertancap
membuat darah mendesir, bergolak,
membangkitkan raksasa dalam dirinya.
Sang raksasa dapat melakukan apapun demi
terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di
sisi, menjadi ladang bagi laki-laki
untuk menyemai benih, menuai buah di
kemudian hari. Adalah istri tempat ia
mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas
dan bukan azab yang kelak diterimanya.
Ia malah mendapatkan dua kenikmatan:
dunia dan akhirat.
Maka, ketika Umar terpikat pada liukan
penari yang datang dari kobaran api, ia
akan ingat pada istri, pada penyelamat
yang melindunginya dari liukan indah
namun membakar. Bukankah sang istri
dapat menari, bernyanyi dengan liuka
yang sama, lebih indah malah. Membawanya
ke langit biru. Melambungkan raga hingga
langit ketujuh. Lebih dari itu istri
yang salihah selalu menjadi
penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah

Pagi hingga sore suami bekerja.
Berpeluh. Terkadang sampai mejelang
malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari
selalu begitu. Ia pengumpul dan
terkadang tak begitu peduli dengan apa
yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang,
beli ini, beli itu. Untunglah ada istri
yang selalu menjaga, memelihara. Agar
harta diperoleh dengan keringat, air
mata, bahkan darah tak menguap sia-sia.
Ada istri yang siap menjadi pemelihara
selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk
menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh
cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki
yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa
pula ia mau dibayar. Niscaya sulit
menemukan pemelihara rumah yang lebih
telaten daripada istrinya. Umar ingat
betul akan hal itu. Maka tak ada
salahnya ia mendengarkan omelan istri,
karena (mungkin) ia lelah menjaga
harta-harta sang suami yang semakin hari
semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga
penampilan. Kulit legam tapi berpakaian
warna gelap. Tubuh tambun malah suka
baju bermotif besar. Atasan dan bawahan
sering tak sepadan. Untunglah suami
punya penata busana yang setiap pagi
menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa
yang pantas untuknya, menjahitkan
sendiri di waktu luang, menisik bila ada
yang sobek. Suami yang tampil menawan
adalah wujud ketelatenan istri. Tak
mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas
kecakapannya itu



4. Pengasuh Anak-anak

Suami menyemai benih di ladang istri.
Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan
istri bersusah payah merawat benih
hingga lahir tunas yang menggembirakan.
Tak berhenti sampai di situ. Istri juga
merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh
dan kuat. Jika ada yang salah dengan
pertumbuhan sang tunas, pastilah istri
yang disalahkan. Bila tunas membanggakan
lebih dulu suami maju ke depan, mengaku,
akulah yang membuatnya begitu. Baik
buruknya sang tunas beberapa tahun ke
depan tak lepas dari sentuhan tangannya.
Umar paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di
badan. Energi terkuras, beraktivitas di
seharian. Ia butuh asupan untuk
mengembalikan energi. Di meja makan
suami Cuma tahu ada hidangan: ayam
panggang kecap, sayur asam, sambal
terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya
harga ayam melambung; tadi bagi istrinya
sempat berdebat, menawar, harga melebihi
angaran. Tak perlu suami memotong
sayuran, mengulek bumbu, dan
memilah-milih cabai dan bawang. Tak
pusing ia memikirkan berapa takaran
bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami
tahu hanya makan. Itupun terkadang
dengan jumlah berlebihan; menyisakan
sedikit saja untuk istri si juru masak.
Tanpa perhitungan istri selalu menjadi
koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam
memori makanan apa yang disuka dan
dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Umar
kerap diam setiap istrinya ngomel.
Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh
dengan segala beban rumah tangga di
pundaknya. Istri telah berusaha
membentenginya dari api neraka,
memelihara hartanya, menjaga
penampilannya, mengasuh anak-anak,
menyediakan hidangan untuknya. Untuk
segala kemurahan hati sang istri, tak
mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah
lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan
istri untuk menutupi segala cela dan
kekurangannya. Bila istri sudah puas
menumpahkan kata-katanya, barulah ia
menasehati, dengan cara yang baik,
dengan bercanda. Hingga tak terhindar
pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Akankah suami-suami masa kini dapat
mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak
hanya berhasil memimpin negara tapi juga
menjadi imam idaman bagi keluarganya.

WallahuAlam

Comments :

0 comments to “Women”